Rabu, 11 Januari 2017

MENGIDENTIFIKASI PENANI CENGKEH DAN DURIAN DI DESA FORA MADIYAHI


Oleh: Kel-4

Ketua             : Mediyana Udin
Sekertaris        : Rifaldi Imran
Anggota          : Husain Makatita
: Majir Soleman
: Idhar Juma
: Nofita  Lahati
: Firda Umasangaji
: Purwadi Samir
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo5ZdaZDBDfNdHg2g9fP-8l7qIqJ8kZR-yC5W22NHlzgvS5BXPyjL3lxg6gTxjIsbdVP2JIZT4CJDX5RVo0JI1yIX9chun-ENc_I1BWSudLovX8bWDmiYIj7iz8gJlm-HMFiN8YTF6D-E/s200/logo-unkhair.png


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2016




##############

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat merupakan kesatuan dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok berdasarkan kebudayaan yang sama untuk mencapai kepentingan yang sama. Masyarakat memiliki ciri-ciri mempunyai wilayah, merupakan satu kesatuan penduduk, terdiri atas kelompok-kelompok fungsional yang heterogen, mengemban fungsi umum dan memiliki kebudayaan yang sama. Desa dan Petani merupakan dua kata yang tak dapat terpisahkah satu dengan yang lainnya. Desa adalah tempat dimana petani menjalani kehidupannya. Desa tidak sekedar bermakna teritorial yang secara wilayah berbeda dengan kota dalam ciri geografis dan ekologis, tetapi desa juga mempunyai karakter sosial yang unik. Banyak ilmuwan telah meneliti tentang apa itu desa dengan karakter sosialnya. Berbagai pandangan muncul sebagai bentuk penjelesan tentang desa dan masyarakat petani. Wolf (1983) memahami masyarakat petani merupakan fase setelah masyarakat primitif dan masyarakat modern. Pendekatan antropologis yang ia bangun didasarkan atas bahwa masyarakat petani tidak bisa hanya dipandang sebagai agregat tanpa bentuk. Masyarakat petani memiliki keteraturan dan memiliki bentuk-bentuk organisasi yang khas.
Hubungan antara manusia (masyarakat desa) dan tanah mencangkup bentuk dan sifat. Terpenting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land division and land use), pemilikan serta berbagai bentuk penguasaan tanah (land tenure), dan termasuk luas sempit penguasaan tanah (size of land holding). Cara bagaimana dibagi (LD) dan digunakan (LU) diantara dan oleh penduduk tertentu (desa) sangat menentukan pengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat (desa) tersebut. Besaran pengaruh tergantung kepada tingkat perkembangan masyarakat itu. Untuk masyarakat desa yang masih tradisional, LD dan LU tidak begitu terlihatbentuk maupun peranannya, sebaliknya untuk masyarakat pertanian yang sudah maju. Adanya hubungan patron-klien merupakan ciri masyarakat petani untuk melangsungkan kehidupannya. Dalam memahami masyarakat petani, bukan sekedar entitas yang stagnan tetapi secara dinamis petani juga mempunyai rasionalitas untuk menentukan jalan hidupnya. Berbagai kebutuhan dipenuhi secara rasional termasuk dalam transaksi-transaksi ekonomi. Bila dipetakan, pandangan popkins menganggap masayrakat petani tidak sekedar masyarakat yang subsisten.
Petani menyikapi pertanian sebagai way of life (kebudayaan) berarti mereka menggeluti pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan menyangkut totalitas kehidupan mereka. Inti dari pola kebudayaan petani bersahaja atau peasan adalah subsistensi dan tradisionalisme. Kedua inilah sebagai factor penghambat terlaksananya proses modernisasi pertanian dikalangan masyarakat petani  desa. Komersialisasi sulit dikembangkan dalam masyarakat semacam ini, karena mereka setiap hari dalam hubungannya menggunakan rasionalitas sosial (norma-norma sosial termasuk adat istiadat). Jika seseorang berperilaku menyimpang dari kebanyakan masyarakat desa disana maka aka ada sanksi sosial dari masyarakat tersebut. Ikatan sosial yang kuat terwujud dalam bentuk kerukunan yang tinggi, juga menciptakan semacam keharusan sosial yakni berbagi, berbagi dalam hal bertani tentunya seperti merelakan sebagian tanah yang dimiliki untuk digarap orang lain.
Berangkat dari paparan deskripsi di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh masalah ini dalam bentuk suatu penelitian dengan formulasi judul“Mengidentifikasi Petani Cengkeh Dan Durian Di Desa Fora”.

1.2 Rumusan Masalah
            Dari penjelasan deskripsi latar belakang diatas, maka penulis merumuskan rumusan masalah dari laporan ini sebagai berikut:
a.       Bagaimana proses bertani masyarakat Fora dalam bercocok tanam cengkeh dan durian?
b.      Bagaimana kearifan local masyarakat fora dan ketradisionalan dalam praktek usaha tani dan alat usaha tani dalam kehidupan sosial masyarakat Fora? 
1.3 Tujuan
            Berdasarkan uraian dari rumuan masalah, maka penulis merumuskan rumusan masalah dari laporan ini sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahi proses bertani masyarakat Fora dalam bercocok tanam cengkeh dan durian.
b.      Untuk mengetahi kearifan local masyarakat fora dan ketradisionalan dalam praktek usaha tani dan alat usaha tani dalam kehidupan sosial masyarakat Fora.   

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum Kondisi Desa Fora
2.2.1 Kondisi Geografis
Desa fora adalah salah satu desa yang terletak di daratan tinggi penggunungan ternate. Yang termasuk dalam area atau wilayah kecamatan ternate selatan, kota ternate, provinsi maluku utara. Dengan kondisi geografis di desa tersebut sangat strategis bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan pertanian. Hal ini karena luas lahan pertanian serta ladang perkebunan dan juga memiliki kesuburan tanah untuk di jadikan sumber mata pencaharian masyarakat baik sejak jaman dahulu hingga sekarang. Dalam kegiatan pertanian juga melibatkan kaum perempuan berpartisipasi dalam bercock tanam yang tidak mengenal deskriminasigender, bahwasanya menunjukan mata pencaharian masyarakat desa fora yang paling banyak di dominasi adalah Tani yang dilakoni oleh perempuan maupun laki-laki.
2.2.2 Kondisi iklim/cuaca
            Keadaan iklim/cuaca di suatu wilayah sangat di pengaruhi oleh kondisi geografis suatu wilayah, dimana desa fora termasuk dalam pengaruh iklim dingin, karena letak wilayah tempat tinggal masyarakat berada diwilayah penggunungan ternate.
2.2.3. Kondisi Mata Pencaharian
Dalam kehidupan masyarakat di suatu wilayah tentunya memiliki mata pencaharian yang berbeda dari masing-masing setiap individu-individu. Mata pencaharian masyarakat sangat terpengaruh dengan berbagai faktor diantaranya yaitu faktor geografis, topografis, kesuburan tanah, iklim, budaya, dan lingkungan serta keahlian. Pada umumnya masyarakat Fora memiliki mata pencaharian di dominasi oleh mayarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Mata pencaharian ini sebagai mata pencaharian utama, selain itu juga terdapat mata pencaharian lainnya yang juga mempunyai tanaman bulanan yang bisa memenuhi kebutuhan sehari. Mata pencaharian masyarakat Fora sangat mempengaruhi tingkat perekonomian daerah dan terutamanya adalah keluarga. Dengan mata pencaharian masyarakat tersebut merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menunjang pendidikan sekolah anaknya. Karena mayoritas masyarakat di desa Fora di dominasi oleh masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, untuk itu dalam proses berpekerjaannya sebagai petani, hasil panen dari pertaniannya dapat di jual di pasaran untuk mendapatkan keuntungan setiap hari saat berjualan. Begitupun masyarakat yang memiliki pekerjaan lainya, masing-masing dengan pekerjaan yang berbeda sesuai profesi dan keahlian masing-masing individu.
Masyarakat pentani di desa Fora dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak bergantung dengan hasil panen cengkeh dan durian sebab tanaman cengkeh dan durian adalah tanaman yang mendatangkan musim panen setahun bahkan 3 tahun sekali musim. Hal ini selain cengkeh dan durian sebagai satu-satunya yang dapat menambah hasil keuntungan, masyarakat desa Fora pun melakukan pekerjaan sampingan, seperti berkebun dalam hal ini menanam sayur-sayuran, tomat, rica dan lain-lain, dan melakukan pekerjaan lain yang dapat memperoleh keuntungan berupa uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2.2. Proses Bertani Masyarakat Fora dalam bercocok Tanam Cengkeh dan Durian
2.2.1 Proses Pembibitan Cengkeh dan Durian
Sebelum melakukan proses penanaman suatu tumbuhan, masyarakat fora biasanya terlebih dahulu melakukan proses pembibitan, berikut inidapat dilihat sebagai berikut:
2.2.1.1  Pembibitan Cengkeh
Proses penanaman tanaman cengkeh, kadang yang biasanya  di lakukan oleh masyarakat fora yaitu dengan mencari bibit-bibit yang berkualitas, dan di semai di dalam polibek yang sudah terisi tanah, hingga selama beberapa bulan, bibit tersebut telah bisa di bawa untukdi tanam pada lahan yang telah di siapkan oleh para petani. smua bibit cengkeh di anggap bagus untuk di tanam karna dulu itu untuk mendapatkan bibit cengkeh sangat susah sehingga masyarakat  fora menganggap semua bibit cengkeh penting walaupun kualitas buahnya kurang bagus. Ada macam-macam bibit cengkeh yg di dapatkan oleh masyarakat fora yaitu:
·         Cengkeh sangsibar
·         Cengkeh bogor
·         Cengkeh afu
2.2.1.2 Pembibitan Durian
Ketika menanam tanaman durian yaitu memilih bibit yang bagus untuk ditanam dengan cara merasakan sendiri rasa dan aroma durian yang telah ada, dan biji nya di ambil untuk pembibitan. Cara pembibitan,  biji durian yang suda di pilih langsung di tanam di lahan sebenarnya yang telah disediakan, tetapi ada juga yang masi di tanam tempat persemaiyan, mereka mempunyai cara tersendiri yaitu dengan cara memotong ujung biji durian tujuanya agar  menghasilkan daging buah yang tebal ketika durian akan berbuah nanti dan ada juga cara yang lain yaitu bibit durian tersebut yang akan ditanam ditaruh dengan kunyit yang sudah ditumbuk atau kunyit yang sudah dihaluskan supaya ketika durian berbuah nanti daging buahnya berwarna kuning. Selain itu menurut masyarakat fora, tanah yang paling cocok untuk tanam durian yaitu tanah yang subur atau berwarna hitam, dan lubang yang disediakan untuk bibit durian sedalam 20 cm, bibit durian yang telah ditanam itu tumbuh setelah 6 hari. tanaman durian yang berada di  fora selama ini masyarakatnya belum menemukan durian jantan karna semua durian yang tumbuh pasti selalu menghasilkan buah.
2.2.2        Proses Penanaman Cengkeh dan Durian
2.2.2.1  Penanaman Cengkeh
Tanah yang paling cocok untuk tanam cengkeh yaitu tanah  yang subur , dan menurut mereka semua tanah yang berada d fora adalah  tanah yang subur.Pembersihan area lahan yang akan ditanami dengan cara membakar danmembersihkan lahan dari gangguan tumbuhan-tumbuhan lain yang dapat mengganggu proses pertumbuhannya. Dan menurut musim yang paling cocok untuk tanam cengkeh oleh orang fora yaitu musim hujan. Salahsatu kepercayaanmasyarakat fora yaitu pada hari minggu dan hari kamis atau malam senin dan malam jumat itu adalah hari yang paling bagus untuk menanam tanaman cengkeh, tumbuhan pasti akan tumbuh dengan baik begitu juga hasilnya. Terkadang kitamenemukan masyarakat fora mengambil atau mencari bibit-bibit cengkeh dari anak anak cengkeh yang tumbuh di sembarang tempat apabila mereka menemukannya lalu di semaikan dan diteduhkan  sampai anak cengkeh tersebut siap di Tanami di lahan yang sebenarnya, dengan menggunakan pacul dan kuda-kuda. Ketika pada saat menanam, jarak untuk menananam cengkeh  yang dilakukan oleh masyarakat fora yang sekarang adalah 12 meter, menurutmerekainilah jarak tanam cengkeh yang mutunya bagus, tapi dulunya  masyarakat fora yang baru menetap di tempat tersebut masi kesusahan lahan untuk menanam tanaman tahunan, sehingga jarak tanam cengkeh pada saat itu adalah 6 meter , lubang yang di galih untuk tanam cengkeh kurang lebih 30 cm.
2.2.2.2 Penanaman Durian
Proses penanaman durian di musim hujan menurut masyrakat fora adalah kondisi alam yang paling cocok untuk untuk melakukan proses penanaman. Dan sebelum melakukan penanaman tentu masih menyiapkan lahan dengan cara pembersihan pembersihan lahan yang akan di Tanami. masyarakat fora menanamketika melakukan penanaman durian dengan jarak yang tak pasti karna di fora tidak hanya tanam durian saja di suatu lahan tersebut durian itu tidak mempunyai lahan khusus tidak seperti cengkeh, tanaman durian selalu di campurkan dengan tanaman yang lain. Kepercayaan masyarakat fora mengenai waktu yang paling tepat untuk tanam durian oleh masyarakat fora adalah  hari minggu dan hari kamis. Kemudian juga cengkeh yang di tanam oleh masyarakat fora semuanya berbuah artinya tidak ada cengkeh laki-laki. Masyarakat fora menanam cengkeh pada suatu lahan itu mereka selalu selipkan dengan tanaman yang lain misalnya pala, durian, kenari, kelapa. Tapi ada juga sebagian hamparan lahan para petani cengkeh di fora yang isinya hanya terdapat tanaman cengkeh saja tetapi sangat minim.
2.2.3        Proses perawatan Cengkeh dan Durian
2.2.3.1  Petawatan Cengkeh
Cengkeh yang telah di tanam, tentu masih juga di rawat hingga tumbuh dan berbuah, dan proses perawatannya juga sama halnya dengan perawatan terhadap durian. Cara perawatan cengkeh denga cara  membersihkan, di siram jika tidak ada hujan.  Cengkeh yang baru di tanam harus terus di berikan air sampai umur cengkeh tersebut 3 tahun. Cengkeh yang di tanam tersebut selama kurun waktu 10 tahun sudah mampu memproduksi buah jika tanahnya cocok, tetapi ada juga selama 15 tahun. Masyarakat fora mengakui bahwa cengkeh yang mereka punya sangat sulit kena penyakit, kecuali musim kekeringan yang panjang sampai cengkeh tersebut mati.
2.2.3.2 Petawatan Durian
Setelah melakukan penanaman suatu tumbuhan tentu cara selanjutnya yaitu perawatan. Ada cara-cara dalam melakukan perawatan terhadap tanaman durianmisalnya yang di terapkan oleh masyarakat Fora yaitu  membersihkan tanaman pengganggu, melakukan penyiraman jika durian tersebut masih membutuhkan air untuk terus tumbuh. Hal tersebut pun sebagaimana juga di lakukan masyarakat pada umumnya jika melakukan perawatan terhadap tnaman cengkeh. Biasanya kita temukan ketika tanam yang sedang berbuah tetapi buahnya busuk atau sudah terserang penyakit, petani fora menggunakan cara dengan melakukan pembakaran di bawah pohon durian dan asap yang menguap keatasnya, menurut kepercayaan masyarakat fora mampu menghilangkan penyakit yang terdapat di pohon durian maupun cengkeh tersebut.
Namum engkeh tidak pernah busuk di atas pohon hanya bisa membesar (polong) jika terlambat panen.
2.2.4        Proses Pemanenan Cengkeh dan Durian
2.2.4.1  Pemanena Cengkeh
Dalam proses panen cengkeh tidak jauh beda dengan panen durian, dalam proses panen cengkeh alat dan bahan yang digunakan oleh para petani sama halnya dengan durian, namun untuk mengankut cengkeh harus dengan mengunakan karung di bandingkan durian yang menggunakan bulu. Alat tradisional untuk panen cengkeh oleh masyarakat fora  yaitu bambu, tali, tangga, gate-gate, karung dan karanjang. Masyarakat fora mengetahui cengkeh yang suda siap untuk di panen atau matang fisiologi dilihat dari bentuk dan warna buah tersebut yang sudah membesar. cengkeh  yang setelah di tanam membutuhkan waktu sekitar 10 tahunan, dan cengkeh tersebut dapat mengasilkan buah, dan setelahbuah untukdi siappanen pun membutuhkan waktu 4 sampai 5 bulan untuk mendapatkan kualitas buah yang telah dapat melakukan proses pemanenan. Dan hal yang sering di temukan ketika cengkeh yang berbuah banyak itu paling asik di petik, proses pemetikannya cepat dan karung yang di sediakan untuk cengkeh cepat penuh dan cepat pulang ke rumah sedangkan cengke yang sudah berbuah jarang itu malas di petik karung yang telah di sediakan untuk buah cengkeh terlalu lama terisi penuh. Kemudian cengkeh yang di muat dan di bawa ke rumah masih melakukan proses cude dan pencemuran agar dapat memperoleh kualitas yang memiliki nilai jualnya. Kadang juga masyarakat fora membayar buruh untuk panen cengkeh, setelah panen pasti ada proses pemisahan buah dari tangkainya atau sebutan masyrakat for a yaitu cude cengke. Proses cude tersebut tidak dilakukan sendiri oleh pemiliknya tetapi dilakukan juga  oleh buru, tetangga, sanak keluarga atau disebut dengan kerja sama antara petani cengkeh.
Cengkeh yang siap di jemur tetapi tidak ada matahari dan terjadi hujan terus menerus maka cengkeh tersebut akan membusuk kalau tidak ada cara yang lain untuk proses pengeringan. Masyarakat for a mempunyai kepercayaan terhadap tempat keramat yang berada di desa mereka , dengan cara membuat uba atau pemotongan kambing di kuburan sultan babula lalu bardoa dan meminta panas matahari atau jangan dulu terjadi hujan sampai musim cengkeh berlalu, dan doa mereka selalu terkabul, sehingga mereka hanya mengandalkan panas matahari untuk proses pengeringan cengkeh. Cengkeh juga  memiliki khasiat tersendiri yangmanfaatkan sebagai obat yaitu bagian daun, buah, kulit batang, akar dengan cara direbus, di konsumsi oleh orang yang sedang sakit badan dan lain sebagainya. Dankebutuhan ekonomi masyarakat fora tidak hanya bergantun pada hasil cengkeh saja mereka punya kebun yang isinya hanya tanaman bulanan misalnya tomat, rica, labu, pisang, dan lain-lain.  tujuanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari hari.
2.2.4.1 Pemanena Durian
Setelah melakukan proses perawatan, hingga mencapai momen yang di tunggu-tunggu dan di nantikan oleh masyarakat fora yaitu musim panen dimanabuah durian dari mulai berbunga sampai buahnya suda bisa di panen  itu selama 6 bulan proses pembesaran dan pematangan buah. Dan untuk mengetahui buah durian sudah matang yaitu dengan  melihat bentuk dan bau dari durian tersebutsebagai tanda bahwa durian tersebut sudah matang dan siap panen dan mengomsumsinya.
Prose melakukan panen, juga tidak terlepas dari jenis bahan daan alat sebagai pendukung proses jalannya kegiaatan pemanenan, dan hal tersebut dapat kita lihat pada masyarakat petani di desa fora. Masyarakat petani  fora ketika pada saat membawa durian yang telah di kumpulkan dan kemudian di ikat dengan tali yang terbuat dari pohon aren yang di ambil dari ibu tulang daun aren, dan di ikatpada masing-masing ujung bambu lalu membawanya ke rumah ataupun langsung ke tempat penjualanuntuk melakukan transaksi jual beli demi mendapatkan keuntungan dari hasil panen tersebut. Kebiasaan dan menjadi kewajiban bagimasyarakat fora pada saan memanen durian  dengan cara menunggu durian yang sudah matang itu jatuh, dan pengalaman masyarakat fora menurutnya buah durian yang paling banyak jatuh tepat pada waktu malam dan tengah hari, durian yang paling banyak jatuh di tengah hari itu karna pengaruh suhu panas matahari yang cukup tinggi. Adapun alat yang sering menjadi teman akrab masyarakat fora pada saat melakuakan penjagaan durian di rumah kebun antara lain, parang, senter, bulu, tali seho (palem). Rumah kebun atau sebagai istilah masyarakat fora dengan sebutan rumah jaga di bangun padasaat durian telah mendekati proses pematangan di atas pohonnya, dan setelah tempat penjagaan itu telah jadimaka, para petani suda siap untuk menjalankan kegiatan pemanenanya.
2.5. Kearifan Local Masyarakat Fora dan Ketradisionalan dalam Praktek Usaha  Tani dan Alat Usaha Tani    
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kearifan lokal juga merupakan dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan..Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah di desa fora dengan nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada anak-anaknya, termauk dalam Praktek Usaha Tani dan Alat Usaha Tani dalam pengelolaan tanaman cengkeh dan durian.  Berikut ini alat dan bahan yang digunakan oleh masyarakat petani vora peda saat melakukan proses penyediaan lahan hingga sampai pada proses melakukan panen dapat kita lihat di bawah ini:
Alat dan bahan yang digunakan oleh Petani cengkeh:
·         Parang (peda), di gunakan untuk membersihkan tumbuhan-tumbuhan lain yang menggagu tanaman cengke maupun durian.
·         Kuda-kuda, di gunakan untuk membersihkan rumput-rumput pedek yang tumbuh di sekitar lubang yang sudah di gali untuk proses menaman tanaman cengkeh maupun durian.
·         Linggis, di gunakan untuk penggalian lubang yang akan di tanam tanaman cengkeh maupun durian.
·         Keranjang (salapa), keranjang atau biasa di sebut masyarakat fora dengan sebutan salapa yang terbuat dari sepotong karung di gunakan pada saat melakukan pemetikan buah cengkeh di atas pohonnya. Buahnya di isi ke dalam keranjang tersebut sampai penuh dan kemudian di salin ke karung yang utuh berukuran 50 kg.
·         Karung, di gunakan ketika cengkeh yang sudah di salin ke dalamnya dan siap untuk di muat ke rumah untuk melakukan proses cude.
·         Tali, di gunakan utuk membantu masyarakat dalam melakuakan proses panen di atas pohon cengkeh. Tali difungsikan untuk mengikat penginjak atau membuat tempat singgap pemanen agar nyaman dalam melakukan proses pemanenan buah cengkeh.
·         Gate-gete, gate-gate terbuat dari sepotong besi berukuran 1 meter dengan kedua ujungnya berbentuk melengkung untuk membantu pemanen nerarik dekat cabang-cabang cengkeh yang jauh.
·         Penginjak, penginjak tersebut terbuat dari sepotong bambu dengan ukuran panjang 2 sampai 3 meter. Penginjak di gunakan untuk membantu pemanen melakukan tempat singgapnya di atas pohon cengkeh agar dapat merasa nyaman ketika melakukan proses pemetikan buah.
Alat dan bahan yang digunakan oleh Petani durian:
·         Parang (peda), Kuda-kuda, dan Linggis, tentunya tidak terlepas sebagai alat yang di gunakan masyarakat fora sebagaimana juga telah di jelaskan di atas (lihat: petani cengkeh).
·         Tali, tali di gunakan oleh masyarakat petani fora untuk mengikat buah durian untuk siap muat ke rumah. Tali yang di gunakan, berasal dari lidi pohon Aren dan juga bahkan sekarang sudah jarang kita lihat masyarakat menggunakan tali dari Aren tersebut dan beralih dengan menggunakan tali hasil produk modern yakni tali arafia/tali kertas (sebutan masyarakat fora).
·         Pemikul (doi-doi). Pemikul terbuat dari sepotong bambu yang berukuran 2 meter (tergantung keinginan banyaknya durian yang ingin dipikul). Bambu tersebut di gunakan sebagai alat pemikul untuk memuat durian menujuke rumah.

Masyarakat yang mendiami desa Fora ini adalah pada umumnya berasal suku asli Ternate, Tidore dan sebagian berasal etnis lain yang tinggal dan menetapdesa tersebut. Mereka hidup saling berdampingan satu sama lain, gotong royong, dan kerja sama dalam sektor pertanian masih terlihat nampak. Dimana salah satu wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap salah seorang warga mengenai dinamika gotong royong masyarakat di saat salah satu warga masyarakat yang pada saat melakukan hasil panen yang menumpuk sehingga menyebabkan ketidaksanggupan dalam melakukan pemisahkan buah dari tangkainnya. Berikut ini hasil wawancara bersama bapak Karim Nero:
Kami masyarakat fora, ketika ada warga pada saat melakukan pemanenan cengkeh jika tak mampu untuk memisahkan buah dan tangkainya (cude), kami berbodong-bondong membantu meghabiskannya sampai keesokan hari, cengkeh itu sudah dapat di jemur, asalkan mereka bersedia menyediakan minuman dan kue.
            Dari hasil wawan cara di atas kami kelompok 4 (empat) dapat menilai bahwasanya tingkat kepedulian serta gotong royong pada saat menjelang musimanen cengkeh masih sangat terlihat nampak. Selain itu juga menurut bapak Karim pada saat memperoleh hasil panen, seperti durian, tomat, sayur-sayuran atau hasil perkebunan lainnya, mereka saling membagikan hasil panen kepada sesama warga termasuk tetangga yang membutuhkannya.
Selain itu menurut bapak Answer, pola kerja sama dalam sector pertanian juga masih ada, kelompok panen cengkeh yaitu malakukan pergiliran panen cengkeh milik mereka sampai pada proses pemisahan buah cengkeh dengan tangkainya. Ada juga pola kerja sama yang lain yaitu pemanenan kacang tanah yang di bantu oleh sanak saudara , setelah selesai panen kacang tanah pemilik  tersebut  akan membagi-bagikan kepada mereka yang telah membantu proses pemanenan. Hasil panen cengkeh masyarakat fora dibagi” setiap satu kepala keluarga mendapat 3 kilo cengkeh yang sudah kering. Begitu juga pada tanaman bulanan misalnya labu, cabe, tomat, di bagikan kepada tetangga terdekat dan sanak keluarga.
Berikut ini salah satu hasil wawancara bersama bapak Answer:
Di masyarakat fora budaya kepemilikan komunal masih sangat tinggi. tanaman yang mereka miliki misalnya cengkeh yang sedang berbuah dan buah yang jatuh itu di pungut oleh warga kampung  itu sendiri di perbolehkan, tetapi bukan hanya masyarakat Fora saja, orang yang berasal dari desa lain juga bisa ambil cengkeh yang jatuh asalkan jangan petik langsung dari pohonnya karna bisa dikatakan sebagai pencuri. Misalnya juga kenari , bisa di ambil oleh siapa saja yang lewat di bawahnya dan menemukan kenari tersebut.
            Berdasarkan hasil wawancara di atas, ternyata desa fora masih menjunjung tinggi nilai etika dan kejujuran, toleransi terhadap sesama masih kental di terapkan dalam kehidupan bermasyarakat,agar terciptanya sistem kekeluargaan dan keakraban antar warga masyarakat. Masyarakat Fora juga seringkali di terapkandalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan Petani pada khususnya di sebut “Bari” tolong-menolong. “Bari” tolong-menolong merupakan sebuah tradisimasyarakat petani dalam kegiatan pertaniannya. Istilah “Bari”  ini berasal daribahasa lokal masyarakat ternate yang berarti (baku bantu/kerja kelompok). Misalkandalam melakukan kegiatan (pembersihan rumput Kebun), panen hasil Perkebunan, Cengkeh, dan lain lain. Tradisi ini membentuk kerja sama di kalangan masyarakatpetani agar meringankan bebanbagi para pekerja Petani. Bari di lakukanberdasarkan hasil kesepakatan diantara beberapa para petani atau bahkansekampung saling tolong-menolong melakukan kegiatan-kegiatan pertanian seperti di jelaskan di atas. Kegiata nini di laksanakan secara bergilir. Setelahmemperkerjakan pekerjaan salah seorang petani, maka hari berikutnya giliran parapetani yang lain sampai seterusnya. Hal ini masyarakat fora tentunya nasih mempertahankan kearifan lokal seperti budaya gotong royong yang menjadi tradisi yang di wariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka hingga generasi sekarang.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut masyarakat fora, tanah yang paling cocok untuk tanam durian yaitu tanah yang subur atau berwarna hitam, dan lubang yang disediakan untuk bibit durian sedalam 20 cm, bibit durian yang telah ditanam itu tumbuh setelah 6 hari. Proses penanaman tanaman cengkeh, kadang yang biasanya  di lakukan oleh masyarakat fora yaitu dengan mencari bibit-bibit yang berkualitas, dan di semai di dalampolibek yang sudah terisi tanah, hingga selama beberapa bulan, bibit tersebut telah bisa di bawa untukdi tanam pada lahan yang telah di siapkan oleh para petani.masyarakat fora menanam ketika melakukan durian dengan jarak yang tak pasti karna di fora tidak hanya tanam durian saja di suatu lahan tersebut durian itu tidak mempunyai lahan khusus tidak seperti cengkeh , tanaman durian selalu di campurkan dengan tanaman yang lain. Kepercayaan masyarakat fora mengenai waktu yang paling tepat untuk tanam durian oleh masyarakat fora adalah  hari minggu dan hari kamis. Prose melakukan panen, juga tidak terlepas dari jenis bahan daan alat sebagai pendukung proses jalannya kegiaatan pemanenan. Alat dan bahan yang digunakan oleh Petani cengkeh yaitu Parang, Kuda-kuda, Linggis, Keranjang (salapa), Karung, Tali, Gate-gete, Penginjak. Alat dan bahan yang digunakan oleh Petani durian yaitu Tali, dan Pemikul (doi-doi).
3.2 Saran
·         Bagi pemerintah, agar dapat memberikan perhatiaan lebih intensif lagi terhadap pemberdayaan masyarakat petani di daerah penggunungan.
·         Bagi masyarakat, dapat mempertahankan budaya dan kearifan lokal masyarakat dalam praktek usaha tani, agar terciptannya kesinambungan hidup dalam bermasyarakat.

·         Bagi mahasiswa selaku kelompok peneliti, sekiranya hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan perbandingan dalam penelitian-penelitan selanjutnya.


PENGAMATAN KACANG IJO DI TEMPAT TERANG DAN GELAP

Mata Kuliah  : Dasar-Dasar Agronomi
Semester         : 3 (Ganjil)
Jurusan          : Agroteknologi
Fakultas         : Pertanian 


UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2016



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Etiolasi adalah pertumbuhan tumbuhan yang sangat cepat di tempat gelap namun kondisi tumbuhan lemah, batang tidak kokoh, daun kecil dan tumbuhan tampak pucat. Gejala etiolasi terjadi karena ketiadaan cahaya matahari. Kloroplas yang tidak terkena matahari disebut etioplas. Kadar etioplas yang terlalu banyak menyebabkan tumbuhan menguning. Pada hal ini hormon auksin bekerja dengan baik karena tumbuhan tidak terkena cahaya.
Pada tubuh tanaman terdapat suatu hormon yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman tersebut yang dikenal dengan nama auksin. Hormon auksin umumnya ditemukan pada ujung batang, akar, serta pembentukan bunga. Hormon auksin melakukan difusi ke berbagai sel pada tanaman yang untuk selanjutnya akan disalurkan dari ujung atas tanaman ke bagian bawah tanaman melalui  jaringan pembuluh. Kaitan hormon ini dengan pertumbuhan tanaman adalah auksin bertindak sebagai pengatur terjadinya pembesaran sel serta sebagai pemicu terjadinya pemanjangan sel di bagian belakang jaringan meristem ujung. Fungsi hormon auksin adalah untuk membantu mempercepat proses pertumbuhan tanaman, baik itu pertumbuhan akar maupun batang tanaman. Selain itu, hormon auksin juga membantu mempercepat proses perkecambahan, proses pembelahan sel,  pemasakan buah, serta membantu mengurangi jumlah biji dalam buah.
Akan tetapi, hormon auksin memiliki sifat yang peka terhadap cahaya.  Artinya, ketika terkena paparan cahaya (sinar matahari), kinerja hormon ini bisa mengalami hambatan, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Sedangkan ketika tidak ada sinar matahari (cahaya) hormon auksin akan bekerja dengan aktif, di mana hormon tersebut akan merangsang pompa proton yang terdapat pada dinding sel guna meningkatkan keasaman dinding sel serta mengaktifkan enzim ekspansin, yaitu enzim yang memecah ikatan kimia di dinding sel, sehingga dinding sel melemah dan sel mampu berkembang menjadi lebih besar. Jadi dengan demikian bisa diketahui bahwa hormon auksin merupakan pengendali dari proses terjadinya etiolasi.
Di dalam proses pertumbuhannya, tanaman cenderung tumbuh mengikuti arah sinar matahari atau sumber cahaya. Itu artinya keberadaan sinar matahari sangat berpengaruh terhadap terjadinya proses ini. Ketika sebuah tanaman ditempatkan di tempat yang di dalamnya tidak terdapat cahaya matahari, hormon auksin yang ada dalam dirinya bisa lebih aktif dalam proses pertumbuhannya, sehingga tanaman tersebut tumbuh secara abnormal (terus memanjang) hingga ujung tanaman tersebut akhirnya dapat memperoleh cahaya yang cukup guna menghambat produksi auksin dalam dirinya. Akan tetapi dalam kebanyakan kasus, pertumbuhan tanaman yang terlalu cepat tersebut tidak diimbangi oleh pertumbuhan klorofil (zat hijau daun) sehingga akibatnya bisa menyebabkan tanaman tersebut memiliki warna hijau pucat.
Penelitian tentang itiolasi pada tumbuhan, penulis lebih memilih untuk meneliti lebih jauh permasalahan itiolasi tersebut dengan menggunakan tanaman kacang ijo. Hal ini penulis merasa mempermudah memperoleh bibit-bibit kacang ijo untuk melakukan sebuah penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dari makalah ini sebagai berikut:
a.       Bagaimana pengamatan pertumbuhan kacang ijo pada ruang tertutup dan terbuka?
b.      Bagaimana proses pertumbuhan kacang ijo pada ruang tertutup dan terbuka?
1.3. Tujuan
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah di atas, maka penulis ingin merumuskan masalah kembali tujuan dari makalah ini sebagai berikut:
a.       Untuk mengamati pertumbuhan kacang ijo pada ruang tertutup dan terbuka.
b.      Untuk mengetahui proses pertumbuhan kacang ijo pada ruang tertutup dan terbuka.
BAB II
HASIL PENGAMATAN
2.1 Alat dan Bahan
            Dalam melakukan suatu penelitian maupun pengamatan untuk mengetahui objek yang di teliti tentu memerlukan alat dan bahan sebagai pendukung. Berikut ini alat dan bahan yang di gunakan dalam melakukan pengamatan tentang pertumbuhan  kacang hijau pada areal tertutup dan terbuka sebagai berikut:
a.       Mistar/alat pengukur, alat ini di gunakan untuk meneliti perbedaan ketinggian tanaman kacang ijo pada ruang tertutup dan terbuka setelah mengalami pertumbuhan.
b.      Botol Aqua, di gunakan sebagai wadah tanam tanaman kacang ijo.
c.       Air, sebagai salah satu bahan untun membantu kesuburan kacang ijo setelah melakukanproses tanam.
d.      Bibit kacang Ijo, sebagai bahan pokok dalam penelitian ini.
e.       Camera, di gunakan sebagai bukti dokumentasi penelitian.
2.2 Proses Penanaman
Kacang hijau adalah tumbuhan menjalar dan merupakan tumbuhan yang berkeping dua (dikotil), dengan tipe perkecambahan dri tman kcang hijau ini yaitu secara epigel atau kotiledon dan plumula yang terangkat di atas tanah.
Sejatinya ketika kitamelukan suatu kegiatan tanam-menanam suatu tumbuhan tentu melalui langkah-langkah. Hal demikian peneliti telah melakukan kegiatan ini sejak pada tanggal 30 septmber 2016 sebagai proses penanaman kacang hijau melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Peneliti menyiapkan dua buah wadah plastik dalam hal ini bekas botol aQua, kemudian dipotong bagian atasnya, setelah itu bagian bawah botol dengan ukuran masing-masing 10 cm lalu di isi dengan tanah dan di pergunakan sebagai wadah tanam tanaman kacang ijo.
b.      Kedua wadah/pot tersebut di tanami dengan biji kacang hijau. Setelah itu di siram lalu letakan  pada masing-masing ruang yang berbeda. Ruang yang satu di letakkan di tempat gelap yang tidak mendapat sinar matahari secara langsung, sedangkan yang satunya di tempatkan pada ruang terbuka yang mendapatkan sinar matahari secara langsung.
2.2 Proses Pertumbuhan
Dari hasil pengamatan selama satu minggu sejak tanggal 6 oktober 2016 pertumbuhan kacang hijau yang tumbuh di ruang tertutup mengalami perpanjangan sel atau etiolasi dengan tinggi batang 20 cm, lebar daun 0.7 cm, jumlah daun 2 helai, dan lebar batang 0.1 cmSedangkan proses pertumbuhan di ruang terbuka selma satu minggu memiliki ketinggian 3 cm , jumlah daun 2 helai, lebar daun  1 cm  , dan lebar batang 0.2 cm. Setelah 11 hari penanaman atau pada tanggal 10 oktober tinggi tanaman kacang ijo pada tempat gelapmengalami perubahan dengan ketinggian 34 cm, lebar batang 0.2 cm, dan jumlah dan masih tetap atau 2 halai. Kemudian Setelah 11 hari tinggi tanaman d tempat terang mencapai 6 cm, dengan lebar daun 1.5 cm, dan panjang daun 3,5 cm. Sebagaimana dapat di lihat pada gambar di bawah ini:
Pertumbuhan kacang Ijo pada ruang terbuka


Pertumbuhan Kacang Ijo Pada Ruang Terbuka
Dari gambar di atas, pada ruang tertutup pertumbuhan kacang hijau mengalami etiolasi atau pemanjangan sel, disebabkan karna tidak adanya cahaya matahari yang menyinari tanaman, sehingga tanaman tersebut tidak memiliki pigmen hijau daun/klorofil, batang tanaman tidak berdiri kokoh atau merunduk, daun kecil, batangnya kecil, terlihat seperti layu, pertumbuhanya tidak normal. Di bandingkan dengan kacang hijau yang di tanam diruang terbuka mendapatkan sinar matahari secara langsung  yang cenderung pertumbuhanya normal, krna tidak mengalami perpanjangan sel,  memiliki pigmen hijau, batang yang kokoh, jumlah daun yang banyak, dan mampu membuat makanan sendiri.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan tentang pengamatan yang di lakukan penulis selama satu minggu lebih tersebut, maka penulis menari sebuah kesimpulan sebagai berikut:
a.       Pada ruang tertutup pertumbuhan kacang hijau mengalami etiolasi atau pemanjangan sel, disebabkan karna tidak adanya cahaya matahari yang menyinari tanaman, sehingga tanaman tersebut tidak memiliki pigmen hijau daun/klorofil, batang tanaman tidak berdiri kokoh atau merunduk, daun kecil, batangnya kecil, terlihat seperti layu, pertumbuhanya tidak normal.
b.      Kacang hijau yang di tanam diruang terbuka mendapatkan sinar matahari secara langsung  yang cenderung pertumbuhanya normal, krna tidak mengalami perpanjangan sel,  memiliki pigmen hijau, batang yang kokoh, jumlah daun yang banyak, dan mampu membuat makanan sendiri.